Selasa, 31 Mei 2011

ANALISIS MASALAH KOMUNIKASI SOSIAL HUMANIORA
DALAM KASUS TENAGA KERJA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (seperti Malaysia, Timor-Leste, Papua Nugini, Australia dan Filipina) dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).
TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006), tetapi dalam kenyataannya, TKI menjadi ajang pungli bagi para pejabat dan agen terkait. Bahkan di Bandara Soekarno-Hatta, mereka disediakan terminal tersendiri (terminal III) yang terpisah dari terminal penumpang umum. Pemisahan ini beralasan untuk melindungi TKI tetapi juga menyuburkan pungli, termasuk pungutan liar yang resmi seperti punutan Rp.25.000,- berdasarkan Surat Menakertrans No 437.HK.33.2003, bagi TKI yang pulang melalui Terminal III wajib membayar uang jasa pelayanan Rp25.000. (saat ini pungutan ini sudah dilarang)
Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans.











































BAB II
ANALISIS MASALAH KOMUNIKASI SOSIAL HUMANIORA
DALAM KASUS TENAGA KERJA INDONESIA


Rendahnya penyerapan tenaga kerja di dalam negeri telah mendorong pekerja untuk mencari dan memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri, karena tingkat upah yang ditawarkan biasanya relatif lebih baik dibandingkan dengan upah pekerjaan sejenis didalam negeri. Di tengah kesulitan ekonomi yang ada, menjadi TKI adalah sebuah pilihan hidup. Dan tidak semua orang berkeinginan ataupun bercita-cita menjadi seorang tenaga kerja di luar negeri.
Kondisi demikian semakin diperburuk lagi dengan terjadinya banyak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) serta naiknya bahan pokok kebutuhan hidup. Selain itu, tekanan untuk mencari kerja di luar negeri makin diperkuat dengan kenyataan bahwa surplus tenaga kerja unskilled semakin banyak.
Di tengah serangkaian kebijakan pemerintah yang tidak mampu mengubah kesejahteraan masyarakat, terdapat sektor pekerjaan lain yang cukup menjanjikan untuk mengubah nasib rakyat miskin yang lebih berkecukupan, dalam wujud sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri (migrasi).
Lemahnya perlindungan TKI di luar negeri disebabkan oleh beberapa hal antara lain, pemerintah belum membuat nota kesepahaman Goverment to Government (G to G) dengan negara-negara tujuan TKI. Dari 16 negara penerima TKI pada tahun 2006, Indonesia baru menandatangani MoU dengan beberapa negara, yakni Malaysia, Korea Selatan, Kuwait, Taiwan, Jepang dan Jordania. Sementara dengan negara lain belum ada, termasuk Arab Saudi yang menjadi negara tujuan terbesar TKI, disebabkan adanya perbedaan peraturan hukum di masing-masing negara.
Di tenggah tingginya angka pengangguran dan terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia maka menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) keluar negeri adalah salah satu alternatif yang dipilih sebagian angkatan kerja. Disamping fenomena keluarga miskin yang terus bertambah akibat krisis ekonomi berkepanjangan yang terjadi di Indonesia saat ini, dan berbagai alasan-alasan tertentu yang menyebabkan para tenaga kerja Indonesia meninggalkan kampung halaman, secara alami mereka akan berusaha untuk menyerbu pusat-pusat aktifitas perekonomian sebagai solusi untuk keluar dari himpitan kemiskinan yang menimpa mereka.
Migrasi Internasional secara sosiologis terjadi karena meningkatnya populasi jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan terbukanya peluang kerja, sehingga menyebabkan banyaknya angkatan kerja produktif yang tidak mempunyai pekerjaan (unemployment). Meningkatnya jumlah angkatan kerja di satu sisi dan menyempitnya peluang kerja di sisi lain secara bersamaan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang melakukan migrasi. Dalam hal ini, faktor ekonomi dapat dikatakan sebagai salah satu faktor terjadinya migrasi. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri membawa dampak positif dan negatif bagi masyarakat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di daerah asal.
Berbagai faktor penyebab responden bekerja ke keluar negeri sebagai TKI pada dasarnya ada dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong dibedakan menjadi dua yaitu faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor sosial antara lain motivasi beribadah haji dan keberhasilan TKI lain. Faktor ekonomi antara lain terbatasnya lowongan kerja di daerah asal dan pendapatan keluarga rendah. Faktor penarik dibedakan menjadi dua faktor sosial dan faktor ekonomi. Faktor sosial tersebut adalah meningkatkan status sosial atau gengsi. Faktor ekonomi tersebut adalah tersedianya lowongan kerja di daerah tujuan.
Dampak migrasi Internasional TKI terhadap kondisi sosial ekonomi keluarga TKI ada dua yaitu, dampak ekonomi dan dampak sosial. Dampak ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu dampak Positif dan dampak negatif. Dampak Positifnya antara lain kondisi tempat tinggal keluarga TKI, peningkatan usaha keluarga TKI, peningkatan pendidikan keluarga TKI, dan peningkatan kesehatan serta sanitasi keluarga TKI yang lebih baik. Dampak negatif antara lain pola hidup konsumtif dan berkurangnya tenaga kerja produktif di desa.
Salah satu bentuk hak dasar manusia adalah jaminan untuk tumbuh kembang secara utuh baik fisik maupun mental. Jaminan perlindungan hak dasar tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pekerja migran didefinisikan sebagai orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi aktif dalam sebuah negara, dimana mereka bukanlah warga negaranya, terkecuali pencari perlindungan politik dan pengungsi. Menurut Konferensi ILO (Organisasi buruh Internasional atau International Labour Organisation) 1955, yaitu:
Protection of Migrant Worker Recommendation, migrant worker berarti para pekerja yang tergabung dalam gerakan migrasi, dari satu negara ke negara atau teritori lain.

Menurut dua konvensi penting ILO mengenai pekerja migran adalah:
The Migration for Employment Convention (Revised) (No. 97) tahun 1949 memuat sebuah seri ketetapan yang didesain untuk mengasistensi pekerja migran untuk mendapatkan pekerjaan dan juga penjagaannya dari diskriminasi nasional, ras, agama ataupun seksual. dan the Migrant Workers (Supplementary Provisions) Convention (No. 143) tahun 1975, memuat 2 bagian, bagian pertama adalah perihal pemberian kondisi kerja yang baik, dan bagian terakhir berkaitan dengan persamaan kesempatan dan perlakuan kerja.
Sebagai anggota PBB dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO), Indonesia menghargai, menunjang tinggi, dan berupaya menerapkan keputusan-keputusan lembaga Internasional.
      Konvensi ILO No.138 Tahun 1973 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional kelimapuluh delapan tanggal 26 Juni 1973 di Jenewa merupakan salah satu Konvensi yang melindungi hak asasi anak. Konvensi ini mewajibkan setiap negara anggota ILO yang telah meratifikasi, menetapkan batas usia menimum untuk diperbolehkan bekerja.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Konvensi, Indonesia melampirkan pernyataan (Declaration) yang menetapkan bahwa batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang diberlakukan di wilayah Republik Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun.
Menurut UU No. 14 tahun 1969 tenaga kerja adalah Orang yang mampu melaksanakan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun diluar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Ciri khas dari hubungan kerja tersebut diatas ialah bekerja dibawah perintah orang lain dengan menerima upah.

Kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia yang bekerja di luar negeri terus terjadi. Selain itu, tak sedikit pekerja migran asal Indonesia yang mencari nafkah di negara lain dilaporkan menghilang. Bahkan, ada pula yang pulang nama alias meninggal atau tewas saat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri. Peristiwa seperti ini sudah terjadi sejak lama dan selalu berulang. Kondisi itu mengundang keprihatinan berbagai elemen bangsa. Sejumlah Ormas perempuan Islam mendesak Pemerintah RI untuk menghentikan pengiriman TKW ke luar negeri untuk sementara waktu. Bahkan, ada pula yang mendesak agar dihentikan selamanya. Ada pula kalangan yang meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa soal pengiriman TKW ke luar negeri.
 Sesungguhnya, MUI telah menetapkan fatwa terkait pengiriman TKW ke luar negeri pada Musyawarah Nasional VI MUI yang digelar di Jakarta pada 29 Juli 2000. Dalam Fatwa Nomor 7/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Pengiriman TKW ke Luar Negeri, para ulama yang tergabung dalam MUI menetapkan: Pertama, perempuan yang meninggalkan keluarga untuk bekerja ke luar kota atau luar negeri, pada prinsipnya boleh sepanjang disertai mahram (keluarga) atau kelompok perempuan tepercaya (niswah tsigah). Kedua, jika tidak disertai mahram atau niswah tsigah hukumnya haram. Kecuali, dalam keadaan darurat yang bisa dipertanggungjawabkan secara syar' i, serta dapat menjamin keamanan dan kehormatan TKW. Ketiga, hukum haram berlaku pula pada pihak-pihak, lembaga atau perorangan, yang mengirimkan atau terlibat dengan pengiriman TKW, seperti yang dimaksud dalam poin kedua. Keempat, para ulama yang tergabung dalam Komisi Fatwa MUI mewajibkan kepada pemerintah, lembaga, dan pihak yang terlibat dalam pengiriman TKW untuk menjamin dan melindungi keamanan dan kehormatan mereka selama bekerja di luar negeri. Fatwa itu ditetapkan atas dasar Alquran, hadis Nabi SAW, dan kaidah fikiah.
Dalam Alquran surah an-Nur (24) ayat 31, Allah SWT memerintahkan agar perempuan menjaga kehormatannya dan melarang memperlihatkan keindahannya kecuali kepada mahramnya dan orang tertentu saja. Rasulullah SAW juga bersabda,
 "Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak halal melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali disertai ayah, suami, anak, ibu, atau mahramnya."(HR Muslim).
 Dalam hadis lainnya, Rasulullah mengingatkan agar umatnya tak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.



DAFTAR PUSTAKA
Saifulllah, Muhammad. 2010. Kasus Kekerasan Menimpa TKI di Saudi. http://news.okezone.com/read/2010/11/19/337/394680/337/5-336-kasus-kekerasan-menimpa-tki-di-saudi.
Maryadie . 2010. Komnas Perempuan Stop Pengiriman TKI. http://nasional.vivanews.com/news/read/191031-komnas-perempuan--stop-pengiriman-tki.
Fadli, Ahmad. 2010. Selama 2010 Kemenlu Terima Laporam 4.532 Kasus TKI. http://news.okezone.com/read/2010/12/03/337/399840/337/selama-2010-kemenlu-terima-laporan-4-532-kasus-tki.
Kota, Pos. 2010. Pengirim Sumiati ke Arab Saudi di Tangkap. http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2010/12/09/pengirim-sumiati-ke-arab-saudi-ditangkap.
Anshari, Mohammad. 2010. Fakta Bicara Pemerintah Tak Pernah Sukses Bela TKI. http://artis.inilah.com/read/detail/997502/fakta-bicara-pemerintah-tak-pernah-sukses-bela-tki.
Wikipedia. 2010. Tenaga Kerja Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja_Indonesia.
Agusriyant. 2009. Peningkatan Peran Pemerintah Indonesia Dalam Bidang Pengiriman Tenaga Kerja ke Korea Selatan.  http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/376/jiptummpp-gdl-s1-2010-agusriyant-18800-Pendahul-n.pdf.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

your testimonial

51 Keutamaan Dzikir

(1) Dengan dzikir akan mengusir setan.   (2) Dzikir mudah mendatangkan ridho Ar Rahman. (3) Dzikir dapat menghilangkan geli...