(2) Dzikir mudah mendatangkan ridho
Ar Rahman.
(3) Dzikir dapat menghilangkan
gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) Dzikir membuat hati
menjadi gembira dan lapang.
(5) Dzikir menguatkan hati dan
badan.
(6) Dzikir menerangi hati dan
wajah pun menjadi bersinar.
(7) Dzikir mudah mendatangkan
rizki.
(8) Dzikir membuat orang yang
berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) Dzikir akan mendatangkan
cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) Dzikir akan mendekatkan diri
seseorang pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan
yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) Dzikir akan mendatangkan inabah,
yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada
Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada
Allah dalam setiap keadaan.
(12) Dengan berdzikir,
seseorang akan semakin dekat pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya
pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan
semakin jauh dari-Nya.
(13) Dzikir akan semakin menambah ma’rifah
(pengenalan pada Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada
Allah.
(14) Dzikir mendatangkan rasa takut
pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya.
Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan semakin terhalangi dari rasa takut
pada Allah.
(15) Dzikir akan mudah meraih
apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan
mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152).
Ibnul Qayyim mengatakan,
“Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat
ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.”
(16) Dengan dzikir, hati akan
semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف
يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
“Dzikir pada hati semisal air
yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari
air?”
(17) Hati dan ruh semakin kuat
dengan dzikir. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana
badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk
berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau
berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku
tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang
semisal ini-.
(18) Dzikir menjadikan hati semakin
kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati disebabkan lalai dari dzikir pada
Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dengan dzikir, taubat dan istighfar.
(19) Dzikir akan menghapus dosa
karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) Dzikir pada Allah dapat
menghilangkan kerisauan.
(21) Ketika seorang hamba rajin
mengingat Allah (berdzikir), maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia
butuh.
(22) Jika seseorang mengenal Allah
-dengan dzikir- dalam keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan
sempit.
(23) Dzikir akan menyelematkan
seseorang dari adzab neraka.
(24) Dzikir menyebabkan turunnya sakinah
(ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) Dzikir menyebabkan lisan
semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu
domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) Majelis dzikir adalah majelis
para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) Orang yang berzikir begitu
bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) Dzikir akan memberikan rasa
aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) Karena tangisan orang yang
berdzikir, Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat
panas.
(30) Sibuknya seseorang pada dzikir
adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada
peminta-minta.
(31) Dzikir adalah ibadah yang
paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) Dzikir adalah tanaman surga.
(33) Pemberian dan keutamaan yang
diberikan pada orang yang berdzikir tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) Senantiasa berdzikir pada Allah
menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah
adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan.
Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat
untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا
اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) Dzikir adalah cahaya bagi
pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) Dzikir adalah ro’sul umuur
(inti segala perkara). Siapa yang dibukakan kemudahan dzikir, maka ia akan
memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia
dari berbagai kebaikan.
(37) Dzikir akan memperingatkan hati
yang tertidur lelap (yang lalai). Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) Orang yang berdzikir akan
semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah
dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti
mengetahui atau meliputi hamba-Nya. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih
dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Kebersamaan
yang dimaksudkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ
اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An
Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu berduka cita,
Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) Dzikir dapat menyamai seseorang
yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, juga dapat menyamai seseorang yang
menunggang kuda dan berperang dengan pedang (dalam rangka berjihad) di jalan
Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ
رِقَابٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan
‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa
huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti
memerdekakan 10 budak.”[1]
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sungguh aku
banyak bertasbih pada Allah Ta’ala (mengucapkan subhanallah) lebih aku sukai
dari beberapa dinar yang aku infakkan fii sabilillah (di jalan Allah).”
(40) Dzikir adalah inti dari
bersyukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang
enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada
Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى
لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ
تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah,
sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-,
janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat
bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya
Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik
pada-Mu).”[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur.
Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman
Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu
kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini
menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih
bahagia dan keberuntungan.
(41) Makhluk yang paling mulia
adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang
seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun
menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) Hati itu ada yang keras.
Kerasnya hati dapat dilebut dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa
yang ingin sembuh dari hati yang keras, maka perbanyaklah dzikir pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan,
“Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan
berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Ketika hati semakin lalai, semakin
keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati
sebagaimana timah itu dapat meleleh dengan api. Kerasnya hati akan meleleh
semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah.
(43) Dzikir adalah obat hati
sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata,
“Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan
(‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) Tidak ada sesuatu yang membuat
seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir
pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya nikmat dan tertolaknya murka
Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim:
7).
Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan
syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat
semakin bertambah.
(45) Dzikir menyebabkan datangnya
shalawat Allah dan dari malaikat bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang
mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan
keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
“Hai orang-orang yang beriman,
berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat
kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan
kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) Dzikir kepada Allah adalah
pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah
yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang
memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang
menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa
gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa
berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang
lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) Dzikir pada Allah akan
menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan
menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah
benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) Dzikir pada Allah akan
menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan mudah diraih.
Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak
pernah merasakan rasa aman.
(49) Dzikir akan memberikan
seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan.
Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan,
tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama
halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu
atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat.
Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) Orang yang senantiasa berdzikir
di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat,
itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena
tempat-tempat tadi, semisal gunung dan tanah, akan menjadi saksi baginya di
hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ
زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ
مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى
لَهَا (5)
“Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang
dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada
hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) Jika seseorang menyibukkan diri
dengan dzikir,
maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah
(menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji
manusia (secara berlebihan), dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali
tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh
jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua
kondisi tersebut. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran,
maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Artikel www.muslim.or.id
[1]HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691
[2] HR. Abu Daud no. 1522, An Nasai no. 1303, dan
Ahmad 5/244. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih
[3] Disarikan dari Al Wabilush Shoyyib,
94-198.